Tugas softskill part 3
Kamil
Alfi Arifin
Krisis ekonomi global yang baru saja melanda tak hanya berimbas
dan memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap lumbung perekonomian
nasional. Efek domino dari krisis tersebut masih dapat dirasakan denyutnya
sampai hari ini. Hal itu terbukti, banyak perusahaan besar nasional yang
lumpuh, dan menyebabkan semakin meningginya jumlah pengangguran, karena
keputusan perusahaan untuk mem-PHK karyawan, tak terhindarkan. PHK menjadi
keputusan tersulit namun tetap saja harus diambil.
Menurut peneliti dari Pusat Penelitian Ekonomi (P2E) LIPI, Latif
Adam, angka pengangguran di Indonesia diperkirakan naik sebesar 9 persen di
tahun 2009 dari tahun lalu, sekitar 8,5 persen. Menurutnya, kenaikan jumlah
pengangguran ini lebih disebabkan menurunnya penyerapan tenaga kerja dalam
bidang industri akibat pukulan krisis. Di Yogyakarta saja, berdasarkan
Publikasi Badan Pusat Statistik, angka pengangguran pada Agustus 2009 mencapai
121.000 orang. Meningkat sekitar 13.500 orang dibanding periode yang sama pada
tahun 2008 (Kompas, 29 Desember 2009).
Selain itu, bisa dilihat
dari kebijakan-kebijakan tak populis pemerintah untuk memberikan dana talangan (bail-out) pada
perusahaan-perusahaan yang sedang pesakitan. Bahkan, kasus bank Century yang
jadi polemik berkepanjangan akhir-akhir ini, juga merupakan bukti paling
telanjang beberapa anak masalah yang ditimbulkan krisis ekonomi global.
Di tengah-tengah kondisi defisit ekonomi nasional itu, terdapat
fenomena yang cukup menarik, yaitu Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
(UMKM) justru menjadi ujung tonggak perekonomian Indonesia. Data yang
diturunkan Departemen Koperasi dan Usaha Kecil-Menengah menunjukkan angka
kenaikan yang ajeg dalam 10 tahun terakhir. Pada akhir 2008 saja, jumlah usaha
kecil dan menengah di Indonesia mencapai 51, 26 juta unit, terus naik hingga
39,5 persen sejak tahun 1998. Bahkan, pada tahun 2009 sebagian pelaku usaha
kecil-menengah sudah mampu menembus pasar ekspor Eropa (Tempo, 21-27
Desember 2009: hal 23).
Hal ini menunjukkan, usaha-usaha kecil-menengah itu relatif
lebih stabil dalam menghadapi gempuran krisis. Hal ini tentu bukan tanpa
alasan. Usaha-usaha kecil-menengah memiliki sejumlah potensi yang membuatnya
imun dalam menghadapi krisis. Potensi-potensi yang dimiliki itu, pertama, usaha
kecil-menengah umumnya elastis, fleksibel, adaptif. Kedua, lantaran tak punya
kekuatan tawar-menawar dengan pembuat kebijakan, pelaku usaha kecil-menengah
biasanya bergerak dengan modal, kreativitas, dan inovasi sendiri (Tempo,
21-27 Desember 2009: hal 23). Ini yang kemudian menjadi garis pembeda dengan
perusahaan-perusahaan besar yang diwaktu krisis hampir kolaps. Jika pada
perusahaan-perusahaan besar dana disuntik dari bank-bank, maka ketika bank pada
waktu krisis mengalami kendala likuiditas, perusahaan-perusahaan ikut goyah.
Melihat potensi-potensi
yang dimiliki, menjadi tak heran jika banyak pihak kemudian mengharapkan UMKM
juga dapat dijadikan “benteng terakhir” penyelamatan ekonomi Indonesia dalam
proyek Asian-China Free Trade Area (AC-FTA), yang
belakangan banyak dikeluhkan pihak Indonesia.
Harapan ini tak berlebihan, mengingat prestasi yang sudah
dicapai UMKM sebagaimana telah disinggung di atas. Dalam setahun ini UMKM
menjadi “solusi keramat” penyelamatan ekonomi kita. UMKM sebagai salah satu
bentuk usaha telah menjadikan semangat berdikari dan kreatif dalam dirinya.
Suatu hal yang sejalan dengan ajaran Marhaenisme Soekarno yang menekankan
semangat yang sama. Kreativitas dan keberanian berkarya dan berusaha menjadi
investasi paling mahal dalam dunia usaha yang semakin kompetitif. Sejalan
dengan prediksi Daniel H. Pink bahwa masa depan dunia hanya milik orang-orang
yang mendayagunakan secara optimal fungsi otak kanannya yang kreatif (Pink,
2007).
Asa
Buat Sang Penguasa
Dari kenyataan di atas, sudah selayaknya dan sepantasnya
pemerintah memberikan perhatian yang lebih dalam mendorong usaha-kecil menengah
sebagai strategi dan upaya perbaikan ekonomi nasional yang memang ditargetkan
mencapai 6,3 persen.
Upaya yang harus
dilakukan pemerintah tidak hanya berhenti pada pembuatan kebijakan terkait UMKM
yang memungkinkan kemudahan akses pelaku usaha-kecil menengah pada masalah
perbankan. Melainkan lebih dari itu, pemerintah harus juga melakukan kampanye
akan pentingnya sikap mandiri, sikap kewirausahaan bagi anak bangsa. Inilah
yang dimaksud dengan pembangungan ekonomi yang memiliki dimensi luas sebagai nation character building yang
bertumpu pada keunggulan human
capital (Sampurno, 2007: 14). Strategi pembangunan ekonomi ini sudah
memberikan bukti keberhasilan yang bisa dilihat dari melesatnya perekonomian
Singapura dan Korea Selatan yang cukup spektakuler. Padahal di sekitar tahun
1960, Singapura, Korea Selatan dan Indonesia memiliki pendapatan perkapita yang
relatif hampir sama.
Kampanye dan pendidikan
dalam menumbuh-kembangkan sikap kewirausahaan sebagai ruh dari UMKM begitu
penting. Sebab kemandirian bangsa, sebagai salah satu karakter nasional bisa
dicapai dengan program ini. Bahkan, beberapa tahun yang silam Anis Baswedan
memprediksikan bahwa rulling
elite, atau sekelompok golongan sosial terkemuka Indonesia di masa akan
datang, yang akan menentukan arah perjalanan bangsa, ada di tangan para enterpreneur(Kompas, 31 Oktober
2006). Analisa Anis di atas, setidaknya mengandung pengertian bahwa
kewirausahaan menjadi tren tersendiri di masa sekarang. Itu berarti, upaya
pemerintah untuk serius mengkampanyekan pentingnya kewirausahaan sebenarnya
menemukan momentum.
Tapi sejauh ini,
pemerintah hanya berhenti pada target-target yang sifatnya normatif serta tanpa
aksi konkret dan memadai. Padahal dalam pertemuan dialog nasional, National Summit 2009, rekomendasi agar
pemerintah memperhatikan UMKM begitu terang benderang.
Lebih ironisnya, perhelatan demokrasi tingkat daerah (PILKADA)
tahun ini, justru malah dihiasi oleh sepinya isu terkait UMKM yang diusung para
calon. Tak seperti isu lainnya yang mencuat ke permukaan serta menjadi komoditas
politik. Suatu isyarat yang buruk terhadap komitmen pemerintah yang beri’tikad
memperbaiki perekonomian kita.
Kendala
Lain UMKM
Kekecewaan kita atas
sejumlah indikasi ketaksungguhan pemerintah dalam memberikan perhatian pada
UMKM sebenarnya cukup terobati, saat melihat pihak swasta bergerak lebih cepat
dalam memberikan perhatian pada UMKM. Belakangan, marak lembaga-lembaga non
pemerintah memberikan andil dalam menyebarkan virus-virus kewirausahaan. Hal
ini bisa dilihat dari mulai banyak didirikannya perguruan tinggi swasta yang concern pada kewirausahaan serta
banyaknya seminar-seminar dengan tema terkait yang diadakan. Sebut saja
misalnya Universitas Ciputra Group. Tentu, semua itu adalah upaya positif yang
patut kita apresiasi.
Tapi persoalannya, semua
upaya yang dilakukan untuk menumbuh-kembangkan sikap kewirausahaan di atas
masih berwajah eksklusif. Bahkan, muncul kecenderungan pendidikan kewirausahaan sendiri jadi bisnis yang memiliki peluang “basah”. Itu terbukti
dengan begitu mahalnya kontribusi dana untuk seminar. Di kota-kota besar,
seminar-seminar tentang kewirausahaan bisa butuh ratusan ribu rupiah. Atau, di
Universitas Ciputra Group, setiap orang yang ingin belajar di dalamnya harus
menyediakan uang kurang lebih 30 jutaan. Tentu ini berbelok dari semangat awal
untuk membangun mentalitas dan karakter manusia nasional yang berdikari melalui
kewirausahaan. Karena hanya mengekalkan filosofi “yang
kaya, yang berkesempatan dan memiliki peluang besar untuk menjadi kaya lagi
“. Sehingga komitmen pemerintah untuk memperhatikan keberadaan UMKM
lagi-lagi hanya berhenti sebagai bualan saja.
UMKM, “solusi keramat” penyelamatan ekonomi kita yang
terabaikan. Kadang kekeramatan dalam dunia dan negara (yang hendak) modern
menjadi sesuatu yang tak populer, meski terbukti betapa tangguh kehebatannya.
Analisis : Peran UMKM bagi perekonomian Indonesia tidak dapat dipandang sebelah mata, jika pengelolaan dan pengembangan nya baik boleh jadi UMKM adalah dinding dari perekonomian di Indonesia, berdasarkan data diatas mengenai ketahanan Indonesia terhadap krisis global ternyata UMKM lah yang menjadi penopang bagi perekonomian Indonesia, mengingat penting nya peran dari UMKM maka seharusnya pemerintah mulai serius dalam mengembangkan industri ini.
Komentar :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar