Bab.11
Neraca Pembayaran, Arus Modal Asing, dan Utang Luar Negeri
A. PENDAHULUAN
Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1988 menggariskan bahwa kebijaksanaan pembangunan diarahkan untuk selalu bertumpu pada Trilogi Pembangunan, yakni pemerataan pembangunan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional. Kebijaksanaan neraca pembayaran sebagai bagian dari kebijaksanaan pembangunan selalu mengacu pada Trilogi Pembangunan tersebut secara serasi. Di samping itu juga diusahakan tercapainya perubahan fundamental dalam struktur produksi dan perdagangan luar negeri sehingga dapat meningkatkan ketahanan ekonomi Indonesia terhadap guncangan-guncangan, baik di dalam maupun di luar negeri.
Di bidang perdagangan, melalui deregulasi dan debirokrati-sasi, kebijaksanaan ditujukan untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas industri dalam negeri, menunjang pengembangan
ekspor non migas, memelihara kestabilan harga dan penyediaan barang yang dibutuhkan di dalam negeri, serta menunjang iklim usaha yang makin menarik bagi penanaman modal. Kebijaksanaan neraca pambayaran lainnya juga dilanjutkan, antara lain dalam bentuk pengelolaan hutang dan pinjaman luar negeri secara cermatdan hati-hati, terpeliharanya kurs valuta asing yang mantap dan realistis, serta terpeliharanya cadangan devisa yang memadai.
B. PERKEMBANGAN INTERNASIONAL
Kebijaksanaan neraca pembayaran dan perdagangan luar negeri selama empat tahun Repelita V sangat dipengaruhi oleh tantangan yang timbul dari perkembangan situasi politik, ekonomi dan moneter dunia.
Selama dasawarsa 1980-an, perekonomian dunia mencapai rekor pertumbuhan tertinggi pada tahun 1988, yaitu sebesar 4,6%. Setelah itu, perekonomian dunia mengalami kemerosotan hingga mencapai 0,6% pada tahun 1991. Namun dalam tahun 1992 perekonomian dunia mulai menunjukkan tanda-tanda perbaikan dengan pertumbuhan sebesar 1,8 % .Dalam tahun 1992, negara-negara industri dan negara-negara berkembang masing-masing tumbuh sebesar 1,5 % dan 6, 1 %. Ini merupakan suatu perbaikan dari tahun 1991 sewaktu kelompok-kelompok negara ini, mencapaipertumbuhan masing-masing sebesar 0,6% dan 4,2%. Di antara negara-negara berkembang tersebut, kelompok negara di Asia dapat mempertahankan laju pertumbuhan ekonominya yang cukup tinggi, bahkan mengalami peningkatan pertumbuhan dari 5,8% menjadi 7,9 % . Peningkatan cukup besar ini juga diikuti oleh negara-negara berkembang di Timur Tengah yang pertumbuhannya meningkat dari 2,1 % pada tahun 1991 menjadi 9,9% pada tahun 1992. Sementara itu, negara-negara di Eropa Timur dan bekas Uni Soviet terus mengalami kemerosotan yang makin parah dalam produksi nasionalnya. Pada tahun 19.91 kelompok negara-negara iniekonominya mengalami penurunan sebesar 10,1 % dan pada
tahun 1992 mengalami penurunan yang lebih besar lagi, yaitu 15,5% . Perkembangan ekonomi di negara-negara berkembang Eropa Timur dan negara-negara bekas Uni Soviet perlu terus diamati mengingat di masa depan kelompok negara ini akan menjadi saingan yang cukup berat bagi negara-negara berkembang, apabila mereka telah selesai dengan tahap konsolidasinya dan ekonominya tumbuh kembali.
Seiring dengan peningkatan produksi dunia, laju pertumbuhan perdagangan internasional juga mengalami peningkatan dari 2,3% dalam tahun 1991 menjadi 4,2% dalam tahun 1992. Volume ekspor dan impor negara-negara industri dalam tahun 1992 meningkat masing-masing sebesar 3,2% dan 4,0%, begitu pula volume ekspor dan impor negara-negara berkembang yang meningkat menjadi 8,4% dan 10,2% dalam tahun 1992.
Sementara itu harga minyak bumi di pasaran internasional mengalami penurunan sebesar 0,5 % selama tahun 1992. Namun demikian, penurunan ini tidak sebesar penurunan yang terjadi pada tahun 1991 yaitu sebesar 17,0%. Begitu pula harga komoditi primer lainnya seperti kopi, karet, dan hasil-hasil tambang merosot dengan0,1% pada tahun 1992. Perkembangan ini menyebabkan turunnya nilai tukar perdagangan untuk negara-negara berkembang. Dalam tahun tersebut nilai tukar perdagangan menurun sebesar 1,4% untuk negara-negara berkembang, sedangkan untuk negara-negara industri justru meningkat sebesar 1,8%.
Secara keseluruhan dalam tahun 1992 negara-negara industri mengalami kenaikan dalam defisit transaksi berjalan menjadi US$ 38,5 miliar. Untuk negara-negara berkembang defisit transaksi berjalan sedikit menurun dari US$ 81,9 miliar pada tahun 1991 menjadi US$ 78,4 miliar pada tahun 1992.
Berakhirnya perang dingin, restrukturisasi sistem ekonomi dan politik nasional di berbagai negara serta proses regionalisasi merupakan peristiwa-peristiwa penting yang dampaknya pada
tatanan ekonomi dunia baru masih belum jelas dan perlu terus diamati. Perkembangan yang cukup penting adalah penyatuan Masyarakat Ekonomi Eropa yang dicanangkan pada pertemuan puncak Maastricht di bulan Desember 1991. Pertemuan puncak ter sebut diadakan dalam rangka melicinkan jalan pembentukan Masyarakat Eropa ke dalam satu unit politik, ekonomi dan moneter (EMU) yang direncanakan terbentuk pada tahun 1999. Tujuan utama pembentukan Masyarakat Eropa adalah untuk meningkatkan kesejahteraan sosial dan ekonomi yang harmonis dan berkelanjutan dengan menciptakan suatu kawasan tanpa batas internal serta terciptanya suatu unit ekonomi dan moneter dengan menggunakan satu mata uang.
C.PERKEMBANGAN NERACA PEMBAYARAN DANPERDAGANGAN LUAR NEGERI
1. Kebijaksanaan Perdagangan dan Keuangan Luar Negeri
Selama empat tahun pelaksanaan Repelita V, berbagai kebijaksanaan di bidang perdagangan dan keuangan luar negeri telah diambil dengan tujuan untuk mempertahankan momentum pembangunan nasional, antara lain kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi.
Dalam tahun 1992/93, langkah-langkah deregulasi yang ditempuh antara lain berupa penyederhanaan tata niaga ekspor dan impor melalui pengenaan pajak ekspor dan pajak ekspor tambahan, penurunan dan penghapusan bea masuk dan bea masuk tambahan komoditi tertentu, peninjauan kembali Daftar Negatif Investasi (DNI), dan penyederhanaan tata cara penanaman modal.
Di bidang ekspor, melalui Paket 27 Mei 1992, larangan ekspor beberapa komoditi seperti kayu bulat/log dalam bentuk ter tentu, kayu ramin, serta meranti putih dan agathis bentuk tertentu, telah diganti dengan pengenaan Pajak Ekspor (PE) dan atau Pajak Ekspor Tambahan (PET). Sedangkan kulit mentah jenis tertentu yang sebelumnya dikenakan pajak ekspor secara persentase diganti dengan pajak ekspor yang dihitung secara spesifik. Selain itu, ketentuan larangan ekspor rotan juga mengalami penyederhanaan. Mulai Juni 1992, larangan ekspor rotan dalam bentuk bahan mentah dan barang setengah jadi diganti dengan pengenaan pajak ekspor dan atau pajak ekspor tambahan.
Khusus mengenai timah, untuk menjaga kestabilan harga timah di pasaran dunia, negara-negara anggota ATPC dalam sidangnya di Jakarta pada bulan September 1992 telah sepakat membatasi ekspor timah selama tahun1993 menjadi 2,7% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu menjadi 89.400 ton. Dalam kaitan itu, Indonesia memperoleh jatah kuota ekspor timah sebesar 30.500 ton selama tahun 1993, atau naik 9,0%dibanding kuota tahun 1992.
Dalam pertemuan puncak di Singapura pada bulan Januari 1992, negara-negara ASEAN sepakat untuk lebih mengintegrasikan ekonomi ASEAN yang dijabarkan dalam bentuk Kerangka Perjanjian untuk Meningkatkan Kerja Sama EkonomiASEAN (Framework Agreement on Enhancing ASEAN Economic Cooperation). Program ini ditujukan untuk mewujudkan integrasi yang diawali dengan kese-pakatan untuk secara bertahap, yaitu mulai 1 Januari 1993 menerap-kan Tarif Preferensial Efektif •Seragam (CEPT) yang diarahkan pada pembentukan kawasan perdagangan bebas ASEAN (AFTA). Untuk itu, dalam tahun 1992 telah ditetapkan dua program penurunan tarif, yaitu program penurunan tarif yang dipercepat (Fast Track) danprogram penurunan tarif normal (Normal Track). Program penurun-an tarif yang dipercepat meliputi 15 kelompok produk yang telah disepakati. Berdasarkan program tersebut, produk-produk tertentu yang tarifnya di atas 20% akan diturunkan menjadi0-5% dalam waktu 10 tahun. Kemudian untuk komoditi yang mempunyai tarif lebih kecil atau sama dengan 20% akan dikurangi menjadi 0-5% dalam waktu 7 tahun.Sementara itu melalui program penurunan tarif normal, komoditi yang mempunyai tarif di bawah 20 % akan dikurangi hingga menjadi 0-5% dalam waktu 10 tahun. Komoditi yang bertarif di atas 20% akan dikurangi dalam dua tahap, yaitu tahap pertama menjadi 20% dalam waktu 5-8 tahun dan tahap kedua dikurangi lagi menjadi 0-5 % dalam waktu 7 tahun berikutnya.
Sebagai kelanjutan dari kebijaksanaan-kebijaksanaan deregu-lasi sebelumnya, Pemerintah mengeluarkan Paket 6 Juli 1992 gunamembebaskan dan melonggarkan tata niaga. beberapa komoditi impor, menyempurnakan mekanisme bea masuk dan bea masuk tambahan terhadap komoditi tertentu, serta menyederhanakan tata niaga impor mesin, peralatan dan barang modal bekas pakai.
Untuk lebih memperlancar arus barang dan pengadaan bahan baku, bahanpenolong dan sarana usaha, sebanyak 241 pos tarif yang terdiri dari 12 pos tarif produk pertanian, 226 pos tarif produk batik dan 3 pos tarif produk industri dibebaskan dari tata niaga impor. Sementara itu dari 464 pos tarif yang masih diatur tata niaganya, sebanyak 36 pos tarif untuk produk besi dan baja dilonggarkan.
Di samping itu, tingkat bea masuk dan bea masuk tambahan barang-barang impor disesuaikan. Untuk tingkat bea masuk, sebanyak 35 pos tarif dinaikkan, 44 pos tarif diturunkan dan 2 pos tarif diubah klasifikasinya. Sedangkan tingkat bea masuk tambahan sebanyak 80 pos tarif dinaikkan, 81 pos tarif diturunkan, dan sebanyak 184 pos tarif dihapuskan. Selanjutnya tata niaga, klasifikasi tarif, tingkat bea masuk dan tingkat bea masuk tambahan barang-barang impor seperti karpet dan permadani, produk kimia dan tekstil tertentu, serta komponen/suku cadang untuk perbaikan dan pemeliharaan pesawat terbang disempurnakan kembali.
Untuk menumbuhkan usaha jasa industri baru dalam kemam-puan rekondisi mesin sekaligus mengurangi biaya investasi, impor mesin, peralatan dan barang modal bekas pakai dibebaskan. Dengan demikian mulai bulan Juli 1992 barang-barang tersebut, selama tidak tercantum dalam daftar negatifyang disusun oleh Departemen Per-industrian, dapat diimpor langsung oleh perusahaan pemakai ataupun oleh perusahaan rekondisi. Sedangkan pemeriksaan atas barang-barang impor tersebut dilakukan oleh PT Sucofindodan PT Surveyor Indonesia.
2. Perkembangan Neraca Pembayaran
Situasi neraca pembayaran selama empat tahun pelaksanaan Repelita V secara umum tetap terkendali dalam batas-batas yang wajar. Perkembangan neraca pembayaran tersebut sangat dipengaruhi oleh perkembangan ekspor, impor dan arus modal luar negeri.
Sejak tahun 1988/89 sampai dengan tahun keempat Repelita V nilai ekspor secara keseluruhan meningkat rata-rata sebesar 15,5% per tahun, dari US$ 19,8 miliar pada tahun 1988/89 menjadi US$ 35,3 miliar pada tahun 1992/93 (lihat Tabel V-1). Peningkatan pertumbuhan ini terutama berasal dari laju pertumbuhan ekspor non migas yang meningkat rata-rata 19,5% per tahun sehingga mencapai US$ 24,8 miliar pada tahun 1992/93.Namun peningkatan laju pertumbuhan ekspor non migas yang pesat ini tidak dibarengi dengan laju pertumbuhan ekspor minyak bumi dan gas alam cair.Selama kurun waktu tersebut, ekspor minyak bumi dan gas alam cairmasing-masing hanya meningkat rata-rata sebesar 6,2% dan 11,8% per tahun, atau masing-masing menjadi sebesar US$ 6,4 miliar dan US$ 4,1 miliar pada tahun 1992/93.
Sementara itu, peranan ekspor non migas dalam nilai ekspor keseluruhan semakin mantap sehingga semakin mampu berperan sebagai sumber penerimaan devisa utama. Dalam tiga tahun terakhir ini, peranan ekspor non migas dalam nilai ekspor keseluruhan terus meningkat dari 54,6% pada tahun 1990/91 menjadi 64,0% pada tahun 1991/92 dan menjadi 70,3 % pada tahun 1992/93.
tahun pelaksanaan Repelita V bervariasi -sejalan dengan kegiatan industri dan investasi di dalam negeri. Pada tahun 1992/93 nilai impor keseluruhan mencapai sebesar US$ 27,3 miliar, atau meningkat rata-rata sebesar 17,5% per tahun sejak tahun 1988/89. Dalam dua tahun pertama pelaksanaan Repelita V, suhuperekonomian Indonesia meningkat dan hal ini antara lain tercermin dalam peningkatan impor barang, terutama impor bahan baku/ penolong dan barang modal, yang cukup besar. Nilai impor non migas dalam tahun 1989/90 naik dengan 21,3% dan naik lagi dengan 31,0% dalam tahun 1990/91. Dengan langkah-langkah penyejukan mesin perekonomian yang ditempuh waktu itu, laju pertumbuhan nilai impor non migas dalam dua tahun terakhir dapat diturunkan menjadi 11,4% padatahun 1991/92 dan 9,7% pada tahun 1992/93.
Pengeluaran devisa neto untuk jasa jasa naik rata-rata sebesar 9,4% per tahun dari sebesar US$ 7,4 miliar pada tahun 1988/89 menjadi sebesar US$ 10,5 miliar pada tahun 1992/93. Kenaikan ini terutama berasal dari jasa jasa sektor non migas dan sektor gas alam cair yang masing-masing meningkat rata-rata sebesar 10,1 % dan 15,3 % per tahun. Dalam kurun waktu yang sama, penerimaan jasa jasa dari sektor pariwisata meningkat cukup pesat yaitu dari sebesar US$ 1,4 miliar pada tahun 1988/89 menjadi sebesar US$ 3,3 miliar pada tahun 1992/93.
Perkembangan ekspor dan impor barang dan jasa tersebut di atas mengakibatkan besarnya defisit transaksi berjalan Indonesia dari tahun ke tahun bervariasi. Pada tahun 1988/89 defisit transaksi ber-jalan adalah sebesar US$ 1,9 miliar, dan karena peningkatan suhu perekonomian jumlah ini meningkat menjadi US$ 3,7 miliar pada tahun 1990/91 dan US$ 4,4 miliar pada tahun 1991/92. Selanjutnya defisit transaksi berjalan turun menjadi US$ 2,6 miliar pada tahun 1992/93.
Dalam 5 tahun terakhir, pinjaman di sektor Pemerintah turun dari US$ 6.588 juta pada tahun 1988/89 menjadi US$ 5.755 juta pada tahun 1992/93. Hal ini dimungkinkan oleh keberhasilan
peningkatan ekspor non migas dan mobilisasi sumber-sumber dana dari dalam negeri. Pinjaman terbesar diperoleh dalam bentuk bantu-an proyek bersyarat lunak, di samping bentuk-bentuk pinjaman lain-nya dan bantuan program. Sementara itu, karena banyak pinjaman yang sudah jatuh waktu, pelunasan pfnjaman Pemerintahnaik dari US$ 3,8 miliar pada tahun 1988/89 menjadi US$ 4,8 miliar pada tahun 1992/93.
Di sektor swasta, pemasukan modal (neto) sejak tahun 1988/89 menunjukkan peningkatan cukup cepat sampai dengan tahun 1990/91, kemudian melambat berkat adanya kebijaksanaan pengen-dalian moneter untuk mendinginkan suhu perekonomian. Di antara transaksi modal tersebut penanaman modal asing meningkat pesat dari US$ 878 juta dalam tahun 1988/89 menjadi hampir US$ 2,5 miliar dalam tahun 1992/93. Dalam tiga tahun terakhir modal lain-nya (neto) mengalami penurunan cukup besar yaitu dari US$ 3,6 miliar pada tahun 1990/91 menjadi sebesar US$ 1,3 miliar pada tahun 1992/93.
Semua perkembangan tersebut di atas telah menyebabkan cadangan devisa meningkat dari US$ 6.011 juta pada tahun 1988/89 menjadi sebesar US$ 11.981 juta pada akhir tahun 1992/93. Jumlah cadangan devisa ini cukup untuk membiayai impor (c & f) non migas selama 5,5 bulan.
D. EKSPOR
Seperti disebutkan di atas, perkembangan ekspor secara kese luruhan sejak tahun 1988/89 sampai dengan tahun 1992/93 menunjukkan kecenderungan yang meningkat. Seperti terlihat pada Tabel V-1, nilainya dalam tahun 1992/93 telah mencapai US$ 35,3 miliar, atau meningkat rata-rata sebesar 15,5% setiap tahunnya. Peningkat-an yang cukup tinggi tersebut terutama disebabkan oleh kenaikan ekspor non migas dan ekspor gas (LNG dan LPG)sementara ekspor minyak bumi menunjukkan laju pertumbuhan yang melambat.
sebesar 19,5% sehingga mencapai US$ 24,8 miliar pada tahun1992/93. Laju pertumbuhan ekspor non migas yang cukup tinggi ini merupakan sukses tersendiri mengingat dalam periode yang samaperekonomian dunia masih ditandai oleh kelesuan. Adanya peningkatan yang relatif cepat tersebut tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan Iangkah-langkah deregulasi dan debirokratisasi dalam mengefisienkan perekonomian, diversifikasi produk ekspor, dan usaha lainnya, sehingga dapat mendorong peningkatan daya saing ekspor non migas. Berbagai faktor yang mempengaruhi ekspor non migas, baik internal maupun eksternal, juga terus diikuti perkembangannya sekaligus diupayakan pemecahannya agar ekspor non migas dapat terus meningkat.
Selain langkah-langkah kebijakan tersebut di atas, dilanjutkan upaya peningkatan ekspor melalui cara imbal beli dengan beberapa negara, yang pada hakekatnya dimaksudkan untuk mengembangkan ekspor non migas, baik dalam bentuk peningkatan volume ekspor maupun dalam jumlah eksportir, jumlah negara tujuan ekspor, jenis komoditi ekspor dan transaksi ekspor lainnya, sehingga pada gilirannya akan meningkatkan realisasi nilai ekspor non migas.
Perkembangan nilai ekspor non migas menunjukkan gambaran sebagai berikut.
Selama 4 tahun terakhir ini ekspor tekstil dan pakaian jadi meningkat pesat menjadi lebih dari 3,5 kali dari US$ 1.570,7 juta dalam tahun 1988/89 menjadi US$ 5.527,1 juta dalam tahun 1992/93, atau meningkat dengan rata-rata 37,0% per tahun (lihat Tabel V-4). Keberhasilan ekspor tekstil dan pakaian jadi tersebut terutama karena didukung oleh usaha perluasan pasar, perbaikan mutu, diversifikasi produksi tekstil, dan penanaman modal asing,yang secara bertahap terus dikembangkan.
Sementara itu, nilai ekspor kayu lapis meningkat dari US$ 2.095,0 juta dalam tahun 1988/89 menjadi US$ 2:861,3 juta
dalam tahun 1992/93, atau meningkat rata-rata sebesar 8,1 % per tahun. Rendahnya peningkatan tersebut antara lain disebabkan oleh adanya kebijaksanaan diskriminatif yang dilakukan oleh Jepang dan pembatasan penggunaan produk-produk kayu yang berasal dari kayu tropis oleh negara-negara Eropa Barat.
Nilai ekspor hasil tambang di luar timah dan aluminium meningkat dari US$ 1.089,6 juta dalam tahun 1988/89 menjadi US$ 1.529,6 juta dalam tahun 1992/93, atau meningkat rata-rata sebesar 8,8% per tahun. Perkembangan tersebut didukung oleh meningkatnya ekspor beberapa hasil tambang utama, yaitu tembaga, batu bara dan emas, sejalan dengan peningkatan kapasitas produksi hasil-hasil tambang tersebut.
Dalam tahun 1992/93 nilai ekspor udang, ikan dan hasil hewan lainnyahanya sebesar US$ 1.120,8 juta, atau turun sebesar 2,6% bila dibandingkan dengan tahun 1991/92. Penurunan ini disebabkan oleh menurunnya harga dari salah satu komoditi penting dalam kelompok ini, yaitu udang, sebagai akibat adanya kelebihan pasokan di pasaran Jepang dengan masuknya udang putih dari RRC. Selain itu, masih ditemui adanya hambatan berupa tingginya bea masuk ke pasaran Eropa serta masuknya produk udang Indonesia dalam daftar hitam karena adanya anggapan bahwa Indonesia masih merupakan daerah rawan wabah penyakit kolera.
Sementara itu, pertumbuhan ekspor karet cenderung melambat. Nilai ekspornya dalam tahun 1992/93 hanya sebesar US$ 941,0 juta, atau hanya meningkat sebesar 0,9% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Perlambatan pertumbuhan ini terutama karena melemahnya harga karet yang antara lain disebabkan oleh kegagalan Sidang Organisasi Karet Alam Internasional (INRO) dalam merumuskan ketentuan mengenai mekanisme harga.
Nilai ekspor hasil-hasil industri pengolahan yang paling menonjol adalah nilai ekspor alat listrik. Selama 4 tahun terakhir, nilai ekspornya mengalami peningkatan secara berturut-turut sebesar
V/24
66,2% pada tahun 1989/90, 47,1 % pada tahun 1990/91, 110,3 % pada tahun 1991/92, dan 61,5 % pada tahun 1992/93, sehingga pada tahun 1992/93 nilainya mencapai US$ 878,0 juta. Peningkatan tersebut terutama karena perluasan pasar, peningkatan volume ekspor, dan peningkatan kapasitas produksi di dalam negeri. Ekspornya terutama ditujukan ke Singapura, Malaysia dan Amerika Serikat.
Dalam pada itu, nilai ekspor kerajinan tangan berupa kain tenun/sulaman, barang kerajinan dari kayu dan anyam-anyaman, jugamengalami peningkatan. Dibanding dengan tahun sebelumnyapeningkatan ekspor komoditi ini adalah sebesar 36,0% pada tahun1989/90, 42,1 % pada tahun 1990/91, 37,2% pada tahun 1991/92, dan 11,9% pada tahun 1992/93.
Sebaliknya, perkembangan ekspor kopi selama 4 tahun terakhir ini terus menurun. Nilainya adalah sebesar US$ 570,6 juta dalam tahun 1988/89 dan terus menurun sehingga menjadi US$ 348,8 juta dalam tahun 1992/93. Penurunan ini disebabkan oleh semakin menurunnya volume ekspor, serta terus menurunnya harga kopi di pasar internasional.
Ekspor minyak sawit dan biji kelapa sawit dalam 3 tahun terakhir terus meningkat. Dibanding dengan tahun sebelumnya peningkatan ekspor komoditi ini adalah sebesar 1,8% pada tahun 1990/91, 23,0% pada tahun ' 1991/92, dan 36,4% pada tahun 1992/93. Peningkatan ini terutama berketiaan dengan meningkatnya produksi, dihapuskannya tata niaga ekspor kelapa sawit serta berkurangnya pasokan minyak kedele dan minyak kelapa di pasaran internasional.
Ekspor alas kaki merupakan salah satu komoditi penting dari ekspor hasil-hasil lainnya dan menunjukkan perkembangan yang pesat. Pada tahun 1988/89 nilai ekspornya baru mencapai US$ 110,8 juta, tetapi pada tahun 1992/93 telah mencapai US$ 1,5 miliar. Peningkatan yang cukup pesat ini antara lain disebabkan oleh
meningkatnya produksi sebagai hasil relokasi industri sepatu terutama relokasiperusahaan Korea Selatan yang mendominasi produk sepatu olahraga.
Sementara itu, harga rata-rata minyak bumi Indonesia yang dicapai selama tahun 1992/93 adalah sebesar US$ 18,61 per barel dengan volume ekspor sebesar 348,3 juta barel. Nilai ekspornya pada tahun itu hanya mencapai US$ 6,4 miliar, atau turun dengan 7,4 % dibandingkan tahun sebelumnya.
Di lain pihak ekspor gas alam cair (LNG dan LPG) menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Selama 4 tahun terakhir nilai ekspornya meningkat dari US$ 2.633,0 juta dalam tahun 1988/89 menjadi US$ 4.118,0 juta dalam tahun 1992/93, atau meningkat dengan rata-rata 11,8% per tahun. Perkembangan ini menuju pula ke arah diversifikasi ekspor migas sehingga mengurangi ketergantungan pada ekspor minyak bumi.
E. IMPOR DAN JASA-JASA
Perkembangan impor selama 4 tahun pelaksanaan Repelita V berkaitan erat dengan laju pertumbuhan produksi di dalam negeri, yang berarti semakin besarnya kebutuhan akan impor bahan baku dan penolong serta barang-barang modal sesuai dengan tahap-tahap pembangunan. Usaha pemerintah untuk menyehatkan perekonomian melalui kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi di bidang perdagangan telah pula mempengaruhi laju pertumbuhan impor.
Pada tahun 1992/93 keseluruhan nilai impor (f.o.b.) telah mencapai US$ 27,3 miliar, atau meningkat rata-rata per tahun sebesar 17,5 % sejak tahun 1988/89 (Tabel V-1). Impor non migas pada periode yang sama meningkat rata-rata sebesar 18,0% per tahun dari US$ 12,2 miliar pada tahun 1988/89 menjadi US$ 23,8 miliar pada tahun 1992/93, sedangkan impor migas meningkat rata-rata sebesar 14,5 % per tahun sehingga mencapai US$ 3,5 miliar.
Perkembangan dari beberapa komoditi impor non migas (c.i.f.) menurut golongan ekonomi yang diolah oleh Biro Pusat Statistik adalah sebagai berikut (Tabel V-6 dan Tabel V-7).
Komposisi impor barang konsumsi dalam tahun 1992 meningkat sedikit dari tahun 1991, yaitu dari 3,9% menjadi 4,6%. Barang dalam kelompok ini yang menunjukkan peningkatan terbesar adalah impor pangan dan minuman, yaitu dari US$ 235,8 juta menjadi US$ 419,9 juta, sebagai penunjang kunjungan wisatawan mancanegara.
Sementara itu, dominasi impor non migas dalam tahun 1992 masih dipegang oleh impor bahan baku/penolong, yang peranannya meningkat dari 63,5% dalam tahun 1991 menjadi 66,1 % dalam tahun 1992. Kenaikan impornya terjadi antara lain pada komoditi bahan baku industri pangan dan minuman sebesar 15,8%, bahan baku industri lainnya sebesar 11,4%, serta suku cadang dan perlengkapan sebesar 9,6%.
Selanjutnya, walaupun peranan impor barang modal menurun dari 32,6% dalam tahun 1991 menjadi 29,3% dalam tahun 1992, namun terjadi peningkatan pada barang-barang seperti peralatan listrik sebesar 65,9%, mesin pembangkit tenaga listrik sebesar 50,1 %, dan alat telekomunikasi sebesar 39,1 %. Sedangkan impor alat pengangkutan turun sangat tajam sebesar 37,8%.
Perkembangan tersebut di atas mencerminkan makin banyak-nya barang-barang konsumsi yang diproduksikan di dalam negeri dan makin mendalamnya serta makin meluasnya kegiatan industri peng-olahan yang dilakukan di dalam negeri. Hal ini sejalan dengan pesatnya pengembangan industri dalam negeri.
Dalam pada itu, berbagai kebijaksanaan di bidang jasa jasa, terutama yang berkaitan dengan penerimaan devisa, terus disempur-nakan. Seperti terlihat dalam Tabel V-1 dalam tahun 1992/93 pengeluaran neto untuk jasa jasa telah mencapai US$ 10.548 juta,
atau meningkat sebesar 13,9% dibandingkan dengan tahun sebelum-nya. Di sektor migas, pengeluaran jasa jasa neto telah meningkat dengan 13,3 % , yaitu dari US$ 3.001 juta pada tahun 1991/92 men-jadi US$ 3.399 juta pada.tahun 1992/93. Ini terutama disebabkan oleh meningkatnya biaya produksi minyak bumi.
Sementara itu, pengeluaran neto untuk impor jasa jasa di sektor non migas telah pula meningkat dari US$ 6.262 juta pada tahun 1991/92 menjadi US$ 7.149 juta pada tahun 1992/93, atau meningkat sebesar 14,2 % dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Peningkatan yang cukup tinggi ini te.rutama disebabkan oleh meningkatnya pembayaran bunga pinjaman luar negeri, biaya angkutan barang impor, dan menurunnya penerimaan bunga bank-bank devisa. Dalam pada itu, penerimaan devisa dari sektor pariwisata meningkat sebesar 27,4%, yaitu dari US$ 2.602 juta dalam tahun 1991/92 menjadi US$ 3.314 juta dalam tahun 1992/93.
F. PERKEMBANGAN PINJAMAN LUAR NEGERIPEMERINTAH
Sebagaimana digariskan dalam GBHN, pinjaman luar negeri sebagai sumber pembiayaan pelengkap dalam pembangunan, tidak boleh disertai dengan ikatan politik apapun, dan harus dimanfaatkan secara hati-hati, baik mengenai jumlah, persyaratan maupun penggunaannya, serta digunakan untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian ekonomi nasional di kemudian hari.
Dalam tahun 1992/93 persetujuan pinjaman luar negeri Pemerintah mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu dari US$ 9.121,4 juta menjadi US$ 7.018,8 juta. Persetujuan pinjaman lunak yang terdiri dari Fast Disbursing Assistance dan bantuan proyek meningkat dari US$ 5.255,1 juta dalam tahun 1991/92 menjadi US$. 5.498,7 juta dalam tahun 1992/93. Di lain pihak, persetujuan pinjaman proyek lainnya, yang terdiri dari kredit ekspor dan kredit komersial menurun dari
US$ 3.466,3 juta dalam tahun 1991/92 menjadi US$ 1.520,1 juta dalam tahun 1992/93. Dalam pada itu, pinjaman tunai (komersial) mulai tahun 1992/93 ditiadakan (lihat Tabel V-8).
Ditinjau dari komposisi pinjaman, pinjaman luar negeri Pemerintah sebagian besar tetap dalam bentuk pinjaman lunak. Peranan pinjaman lunak telah meningkat dari 57,6% pada tahun 1991/92 menjadi 78,3% pada tahun 1992/93 seperti terlihat pada Tabel V-9. Perkembangan tersebut merupakan perwujudan dari kebijaksanaan pinjaman luar negeri yang berhati-hati dengan senantiasa memperhatikan kemampuan untuk membayar kembali.
Pelunasan pokok dan pembayaran bunga pinjaman meningkat terus dari US$ 6.328 juta dalam tahun 1988/89 menjadi US$ 7.535 juta dalam tahun 1992/93. Perkembangan ini sejalan dengan meningkatnya proyek-proyek yang dibangun dan memadatnya jatuh waktu pinjaman.
Sementara itu, perbandingan antara jumlah pelunasan pinjaman luar negeri Pemerintah terhadap ekspor (Debt Service Ratio) terus menurun, dari 31,9% dalam tahun 1988/89 menjadi 21,3% dalam tahun 1992/93.
Sumber:
http://www.bps.go.id/brs_file/exim-01sep09.pdf
Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
BalasHapusNama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut